Kehadiran
teknologi-teknologi baru membuat kita tertuntut untuk mengikuti zaman dan
bersahabat dengan mereka. Contoh hasil perkembangan teknologi yang sering kita
jumpai adalah internet. Internet adalah sebuah perubahan atau inovasi dari
media yang memudahkan kita semua untuk mengakses informasi dimana dan kapan
saja. Namun, apakah perkembangan teknologi ini khususnya internet hanya
menimbulkan kesan positif ? Mungkin jawabannya tidak. Internet tidak hanya
menimbulkan dampak positif yang dilihat dari segi optimis namun ada juga
perspektif pesimistik yang menilai bahwa internet tidak hanya menimbulkan
dampak positif melainkan ada juga dampak negatifnya. Perspektif
pesimistik memandang bahwa Internet memuat begitu banyak informasi sehingga
akan menyulitkan kita untuk mengetahui apakah itu sah (valid) atau tidaknya
informasi tersebut, dan dengan demikian akan mengakibatkan rusaknya keputusan.
Selain itu Van
Dijk (1999) mengidentifikasi empat kendala umum yang mempengaruhi penggunaan
media baru:
(1) Orang tua yang
tidak terampil dan merasa terintimidasi oleh teknologi baru dan mereka tidak
punya pengalaman dengan teknologi baru tersebut. Orang tua merasa terintimidasi
atau terancam akan kehadiran teknologi, mereka didak ingin mempelajarinya
karena mereka merasa bukan bagian dari perkembangan teknologi. Dengan kehadiran
Internet yang berkembang pesat saat ini, banyak orang tua yang khawatir dengan
anak-anaknya. Mereka menganggap bahwa Internet merupakan sesuatu yang kurang
penting dan tidak bermanfaat. Ketidakbermanfaatan itu bertambah besar ketika
munculnya kasus-kasus yang terjadi pada kalangan anak-anak dan remaja yang
menyalahgunakan Internet. Perilaku orang tua tersebut menunjukkan bahwa mereka
mengalami kendala dalam menghadapi media baru atau dengan kata lain para orang
tua tidak siap dalam menerima kehadiran Internet. (2) Sulit akses ke komputer
atau jaringan. Hal ini mungkin dirasakan oleh tempat-tempat terpencil yang
tidak memiliki towe signal sehingga
mereka tidak bisa mengakses internet. Di Indonesia khususnya, masih memiliki
banyak tempat yang tidak menjangkau sinyal internet seperti di desa-desa
terpencil. Sekalipun ada namun harus memiliki biaya yang cukup besar sehingga
membuat masyarakat enggan untuk menggunakan internet. (3) Kurangnya ketertarikan
pengguna, mungkin hal ini dirasakan oleh orang tua tadi yang enggan menggunakan
internet. (4) Kurangnya kesempatan penggunaan yang signifikan. Jika telah
tersedia namun tidak memiliki kesempatan untuk mengaksesnya sama saja tidak
berguna. Faktor yang lebih terlihat dalam kesenjangan digital ini dapat menanam
perbedaan: ' desain teknik media baru membawa jejak karakteristik sosial-budaya
dari produsen yang didominasi laki-laki, terdidik, berbahasa, dan anggota mayoritas
etnis di negara tertentu.
Dalam perspektif
pesimistik, masyarakat dianggap tidak atau belum siap menerima kehadiran
internet. Mungkin, hal ini bisa dilihat dari diri kita bahwa kita juga
sebenarnya mungkin tak siap dengan hal ini. Seperti yang telah saya dengar di
dalam diskusi kuliah, contoh ketidaksiapan kita dalam menerima internet itu
seperti, ketika kita ingin membuat suatu tugas atau ingin mengakses informasi
namun yang berbasis bahasa asing, kita belum mampu menerima hal tersebut
dikarenakan keterbatasan kemampuan kita untuk berbahasa asing. Contoh lain
mungkin dengan adanya internet yang memudahkan untuk mengakses informasi, kita
belum atau tidak bisa menyaring informasi-informasi yang telah kita terima
sehingga membuat kita bingung dan mudah terpengaruh akan informasi-informasi
tersebut. Hal ini tentu menjadi hal yang paling bahaya dalam kemajuan teknologi
online.
Dilihat dari
dimensi politik, studi UCLA (2000) menunjukkan bahwa sekitar 45. 6 persen
pengguna Internet (versus 28. 1 persen dari non-pengguna) merasa bahwa Internet
membantu orang untuk lebih memahami politik, hanya 29,3 persen dari pengguna
dan 16,8 persen dari non-pengguna yang merasa bahwa penggunaan Internet
mengarah kepada orang-orang yang memiliki kekuatan politik yang lebih besar. Seperti
di Indonesia, teknologi online seperti internet ini digunakan sebagai alat
sebagai alat pencitraan oleh kaum elite politik. Sebagian orang mungkin
berpendapat bahwa media online bisa meningkatkan partisipasi politik bagi
kalangan pasif (bukan pelaku politik). Namun kenyataannya masyarakat kini sudah
jenuh dengan informasi mengenai politik yang terjadi secara terus menerus. Saat
ini partisipasi publik dalam politik sesungguhnya hanya ada sebagian kecil
publik yang berpartisipasi dalam politik secara interaktif online. Contohnya,
ketika ada berita online tentang sebuah berita politik, dilihat dari tanggapan
masyarakat yang melihat berita tersebut, memang terlihat banyak yang menanggapi
namun jika diteliti ternyata ada seseorang yang mendominasi tanggapan tersebut.
Ini terlihat bahwa yang terkesan banyak namun ternyata tidak.
Orang lain
berpendapat bahwa Internet bisa melemahkan keabsahan proses pemerintahan,
dengan mendorong penyebaran komunitas kecil, minat khusus yang bisa mengejar
agenda mereka sendiri(Starobin, 1996). Ada juga Perspektif pesimistik dalam isu
internet dan “community involvement” yang dikemukakan Shapiro dan Leon, mereka
memperingatkan bahwa penggunaan internet yang ceroboh dapat menyebabkan tiga
masalah mendasar seperti (1) Yang menggunakan informasi tentang pengguna untuk target
pesan, produk dan kontrol, dan penggunaan filter dan kelompok-kelompok diskusi
terfokus untuk menjauhkan kita dari yang terkena berbagai perspektif. (2) Disintermediation, yang bisa melupakan
nilai dan norma, tidak hanya memilih tetapi juga memverifikasi berita,
perdagangan dan politik. (3) Bahaya bahwa 'kita dapat mengandalkan solusi
berbasis pasar terlalu banyak di masalah seperti melindungi privasi'
(1999:104). Kedua Shapiro dan Leone
(1999) dan Rice (1987a) menunjukkan bahwa ikatan online cenderung lebih fana,
kurang berkelanjutan, dan lebih mudah berakhir dibandingkan dengan hubungan
masyarakat fisik. Seiring dengan peningkatan kemampuan untuk 'melepaskan dengan
sedikit atau tidak ada consequance' (Jones, 1999:220).
Teknologi tidak
hanya menjadi fasilitas akan tetapi juga akan mempengaruhi sebuah perilaku
seseorang. Seperti halnya komunitas virtual dan organik yang pernah saya bahas
sebelumnya, walaupun komunitas organik diyakini akan selalu ada eksistensinya (orang
tua, heritage, kultur) hanya saja komunitas virtual akan mengubah cara pandang
seseorang untuk menyampaikan sesuatu atau informasi atau pendapat yang tidak
harus bertatap langsung karena pada dasarnya komunitas virtual hanyalah fana
(dunia maya).
Dapat
dikatakan bahwa karena kemungkinan-kemungkinan komunikasi baru, orang tidak
lagi dipaksa untuk berinteraksi dengan spesifik, secara fisik Proksimat lain
untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Orang-orang sekarang cenderung memilih
lingkungan fisik untuk alasan keamanan, sekolah dan Layanan medis (Dear et al.,
1996).
Dengan
keadaan ini kita sebagai pengguna internet yang tergolong aktif seharusnya bisa
menyikapi keadaan ini semua dan bisa menggunakan internet sebagaimana mestinya.
Tidak menjadikan internet sebagai ajang gengsi untuk mempermudah menerima
informasi.
Sumber referensi :
Lievrouw,
Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social
Shaping
and Social Consequences of ITCs, Sage Publication Ltd. London.
Chapter
4 : Perspective on Internet Use: Access, Involvement an Interaction.
0 comment:
Post a Comment