3.29.2014

Haruskah kita berbahagia dengan adanya media baru ?



Kehadiran teknologi-teknologi baru membuat kita tertuntut untuk mengikuti zaman dan bersahabat dengan mereka. Contoh hasil perkembangan teknologi yang sering kita jumpai adalah internet. Internet adalah sebuah perubahan atau inovasi dari media yang memudahkan kita semua untuk mengakses informasi dimana dan kapan saja. Namun, apakah perkembangan teknologi ini khususnya internet hanya menimbulkan kesan positif ? Mungkin jawabannya tidak. Internet tidak hanya menimbulkan dampak positif yang dilihat dari segi optimis namun ada juga perspektif pesimistik yang menilai bahwa internet tidak hanya menimbulkan dampak positif melainkan ada juga dampak negatifnya. Perspektif pesimistik memandang bahwa Internet memuat begitu banyak informasi sehingga akan menyulitkan kita untuk mengetahui apakah itu sah (valid) atau tidaknya informasi tersebut, dan dengan demikian akan mengakibatkan rusaknya keputusan.
Selain itu Van Dijk (1999) mengidentifikasi empat kendala umum yang mempengaruhi penggunaan media  baru: (1) Orang tua yang tidak terampil dan merasa terintimidasi oleh teknologi baru dan mereka tidak punya pengalaman dengan teknologi baru tersebut. Orang tua merasa terintimidasi atau terancam akan kehadiran teknologi, mereka didak ingin mempelajarinya karena mereka merasa bukan bagian dari perkembangan teknologi. Dengan kehadiran Internet yang berkembang pesat saat ini, banyak orang tua yang khawatir dengan anak-anaknya. Mereka menganggap bahwa Internet merupakan sesuatu yang kurang penting dan tidak bermanfaat. Ketidakbermanfaatan itu bertambah besar ketika munculnya kasus-kasus yang terjadi pada kalangan anak-anak dan remaja yang menyalahgunakan Internet. Perilaku orang tua tersebut menunjukkan bahwa mereka mengalami kendala dalam menghadapi media baru atau dengan kata lain para orang tua tidak siap dalam menerima kehadiran Internet. (2) Sulit akses ke komputer atau jaringan. Hal ini mungkin dirasakan oleh tempat-tempat terpencil yang tidak memiliki towe signal sehingga mereka tidak bisa mengakses internet. Di Indonesia khususnya, masih memiliki banyak tempat yang tidak menjangkau sinyal internet seperti di desa-desa terpencil. Sekalipun ada namun harus memiliki biaya yang cukup besar sehingga membuat masyarakat enggan untuk menggunakan internet. (3) Kurangnya ketertarikan pengguna, mungkin hal ini dirasakan oleh orang tua tadi yang enggan menggunakan internet. (4) Kurangnya kesempatan penggunaan yang signifikan. Jika telah tersedia namun tidak memiliki kesempatan untuk mengaksesnya sama saja tidak berguna. Faktor yang lebih terlihat dalam kesenjangan digital ini dapat menanam perbedaan: ' desain teknik media baru membawa jejak karakteristik sosial-budaya dari produsen yang didominasi laki-laki, terdidik, berbahasa, dan anggota mayoritas etnis di negara tertentu.
Dalam perspektif pesimistik, masyarakat dianggap tidak atau belum siap menerima kehadiran internet. Mungkin, hal ini bisa dilihat dari diri kita bahwa kita juga sebenarnya mungkin tak siap dengan hal ini. Seperti yang telah saya dengar di dalam diskusi kuliah, contoh ketidaksiapan kita dalam menerima internet itu seperti, ketika kita ingin membuat suatu tugas atau ingin mengakses informasi namun yang berbasis bahasa asing, kita belum mampu menerima hal tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan kita untuk berbahasa asing. Contoh lain mungkin dengan adanya internet yang memudahkan untuk mengakses informasi, kita belum atau tidak bisa menyaring informasi-informasi yang telah kita terima sehingga membuat kita bingung dan mudah terpengaruh akan informasi-informasi tersebut. Hal ini tentu menjadi hal yang paling bahaya dalam kemajuan teknologi online.

Dilihat dari dimensi politik, studi UCLA (2000) menunjukkan bahwa sekitar 45. 6 persen pengguna Internet (versus 28. 1 persen dari non-pengguna) merasa bahwa Internet membantu orang untuk lebih memahami politik, hanya 29,3 persen dari pengguna dan 16,8 persen dari non-pengguna yang merasa bahwa penggunaan Internet mengarah kepada orang-orang yang memiliki kekuatan politik yang lebih besar. Seperti di Indonesia, teknologi online seperti internet ini digunakan sebagai alat sebagai alat pencitraan oleh kaum elite politik. Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa media online bisa meningkatkan partisipasi politik bagi kalangan pasif (bukan pelaku politik). Namun kenyataannya masyarakat kini sudah jenuh dengan informasi mengenai politik yang terjadi secara terus menerus. Saat ini partisipasi publik dalam politik sesungguhnya hanya ada sebagian kecil publik yang berpartisipasi dalam politik secara interaktif online. Contohnya, ketika ada berita online tentang sebuah berita politik, dilihat dari tanggapan masyarakat yang melihat berita tersebut, memang terlihat banyak yang menanggapi namun jika diteliti ternyata ada seseorang yang mendominasi tanggapan tersebut. Ini terlihat bahwa yang terkesan banyak namun ternyata tidak. Orang lain berpendapat bahwa Internet bisa melemahkan keabsahan proses pemerintahan, dengan mendorong penyebaran komunitas kecil, minat khusus yang bisa mengejar agenda mereka sendiri(Starobin, 1996). Ada juga Perspektif pesimistik dalam isu internet dan “community involvement” yang dikemukakan Shapiro dan Leon, mereka memperingatkan bahwa penggunaan internet yang ceroboh dapat menyebabkan tiga masalah mendasar seperti (1) Yang menggunakan informasi tentang pengguna untuk target pesan, produk dan kontrol, dan penggunaan filter dan kelompok-kelompok diskusi terfokus untuk menjauhkan kita dari yang terkena berbagai perspektif. (2) Disintermediation, yang bisa melupakan nilai dan norma, tidak hanya memilih tetapi juga memverifikasi berita, perdagangan dan politik. (3) Bahaya bahwa 'kita dapat mengandalkan solusi berbasis pasar terlalu banyak di masalah seperti melindungi privasi' (1999:104).  Kedua Shapiro dan Leone (1999) dan Rice (1987a) menunjukkan bahwa ikatan online cenderung lebih fana, kurang berkelanjutan, dan lebih mudah berakhir dibandingkan dengan hubungan masyarakat fisik. Seiring dengan peningkatan kemampuan untuk 'melepaskan dengan sedikit atau tidak ada consequance' (Jones, 1999:220).
Teknologi tidak hanya menjadi fasilitas akan tetapi juga akan mempengaruhi sebuah perilaku seseorang. Seperti halnya komunitas virtual dan organik yang pernah saya bahas sebelumnya, walaupun komunitas organik diyakini akan selalu ada eksistensinya (orang tua, heritage, kultur) hanya saja komunitas virtual akan mengubah cara pandang seseorang untuk menyampaikan sesuatu atau informasi atau pendapat yang tidak harus bertatap langsung karena pada dasarnya komunitas virtual hanyalah fana (dunia maya).
Dapat dikatakan bahwa karena kemungkinan-kemungkinan komunikasi baru, orang tidak lagi dipaksa untuk berinteraksi dengan spesifik, secara fisik Proksimat lain untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Orang-orang sekarang cenderung memilih lingkungan fisik untuk alasan keamanan, sekolah dan Layanan medis (Dear et al., 1996).
Dengan keadaan ini kita sebagai pengguna internet yang tergolong aktif seharusnya bisa menyikapi keadaan ini semua dan bisa menggunakan internet sebagaimana mestinya. Tidak menjadikan internet sebagai ajang gengsi untuk mempermudah menerima informasi.

Sumber referensi :

Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social
Shaping and Social Consequences of ITCs, Sage Publication Ltd. London.
Chapter 4 : Perspective on Internet Use: Access, Involvement an Interaction.
 

0 comment:

Post a Comment